Advertise

Minggu, 12 November 2023

SETULUS CINTA DALAM IMPIAN

Aku berdiri termatung disana, pandanganku tajam kearah madding berisikan seputar pengumuman kegiatan sekolah, juga beberapa lomba. Suara bising yang berada dibelakangku tak kuhiraukan, mataku masih fokus menelisik selebaran info yang terpamapang diantara beberapa pengumuman lain. Tepat, dipojok kanan madding tersebut, aku menemukan pengumuman yang sudah kutunggu sejak lusa kemarin. Font bertuliskan ‘Pertukaran Pelajar’ terpampang jelas dihadapanku. Meski, aku harus menjijitkan jemari kakiku untuk membaca pengumuman tersebut. Butuh beberapa menit untuk mendalami persyaratan yang tertera dalam poster tersebut. Buku kecil kukeluarkan dari sakuku untuk mencatat segala persyaratan yang harus kupersiapkan.
“Faizah, jangan terlalu serius membacanya, bentar lagi waktu istirahat akan habis,” Fina memperingatkanku.
Aku mengangguk, sambil tersenyum kecil. Ucapannya benar, sudah seharusnya, aku kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
Dengan langkah gontai, aku kembali ke kelas. Pikiranku masih melayang ke negeri impianku, Inggris. Seakan aku memasuki lorong Harvard University, bercengkrama bersama mahasiswi lain yang menjadi teman sekelasku. Ah, itu masih dalam dunia impianku. Namun, hati ini terasa yakin bahwa diri ini akan tiba di universitas tersebut suatu saat nanti. Saat Allah menghendakinya.
****
“Faizah, tolong bantu Ibu. Kuenya dimasukkan ke dalam plastik!” seru Ibu dari dapur.
Aku segera menutup buku bacaanku, “Iya, Bu!” sahutku sambil berjalan menuju dapur.
Aku, dan keluarga kecilku tinggal di rumah yang cukup sederhana. Ibuku penjual kue, sementara, ayah bekerja di perantauan. Dan hanya pulang selama dua minggu sekali. Syifa, adalah adikku satu-satunya. Ia mengalami kelumpuhan dibagian tubuh sebelah kirinya. Berbicaranya masih terbata-bata, usianya menginjak tujuh tahun. Ibulah, yang selalu mengajari banyak hal di rumah, ia tidak sekolah.
“Tumben, Ibu buat kue banyak,” ujarku, sambil emnatap Ibu yang tampak sibuk.
“Alhamdulillah, ada yang memesan untuk acara syukuran,” jawab Ibu.
Aku hanya termangut-mangut, “Ibu, akhir pekan nanti. Faizah izin nggak jaga warung dulu ya, Bu..”
“Kenapa?” tanyanya sambil menatapku heran.
“Faizah mau ikut tes pertukaran pelajar ke Inggris,” jawabku dengan wajah yang berseri-seri.
Ibu menghentikan pekerjaannya sejenak, raut wajahnya tampak berubah. Namun, aku berusaha tenang. “Ibu, tidak mengizinkan,” jawabnya tegas.
“Mengapa Bu?” tanyaku heran.
“Ibu tidak mengizinkan! Harusnya kamu tahu diri, kalau kita ini siapa Faizah?” jawab Ibu tegas. “ Ibu pergi ke warung sebentar, kamu teruskan pekerjaanmu,” Ibu berlalu, meninggalkanku yang menatapnya dalam kebingungan.
Perlahan, pelopak mataku sudah tidak dapat menampung air mata. tangisku pecah. Hingga detik ini aku masih belum memahami alasan Ibu, yang selalu melarangku untuk dapat bermimpi tinggi, untuk dapat menaklukan dunia. Bukankah, semua orang berhak bermimpi? Bukankah semua orang berhak mewujudkan cita-citanya? Salahkah aku? Apa hanya keluargaku berasal dari keluarga yang tak mampu? Apakah yang salah? Bukankah aku juga berhak mewujudkan impianku yang ku punya.
****
Hari berlalu begitu cepat. Perasaan ini masih tak menentu. Ujian pertukaran pelajar akan segera tiba. Diri ini bertekad untuk tetap mengikutinya, meski hati terasa berat untuk melakukannya. Hingga detik ini, hanya do’alah yang dapat kulakukan hingga detik ini, biarlah do’a yang bertarung dilangit-Nya yang Arsy, dan do’alah yang menentukan segalanya.
Dan akhirnya, tibalah hari Ahad, aku memutuskan untuk pergi. Ibu hanya berdiam tanpa mengucapkan kata sepatah pun saat aku pergi. Aku berusaha, tegar, juga fokus untuk ujian yang akan kuhadapi.
Tepat pukul sepuluh pagi, ujian selesai. Aku menghembuskan nafas lega.
“Faizah, mau pulang bareng nggak?” tanya Fina.
Aku menggelang dengan santun, “Makasih Fin, aku pulang sendiri aja.”
Fina berlalu. Tak lama hpku berdering. Tetanggaku mengabarkan bahwa Ibu ditemukan terjatuh di warung. Dengan panik, aku segera mencari transportasi pulang. Pikiranku kembali mengacau, rasa bersalah datang menyelimutiku. Ibu masih tergeletak, saat aku tiba di rumah sakit. Hanya ucapan maaf, yang terlontar dari mulut ini.
Dua hari, aku menunggu Ibu di rumah sakit. Syifa, kutitipkan pada tetanggaku selama diriku menunggu Ibu di rumah sakit. Pada akhirnya, saat Ibu mulai siuman. Aku menegtahui, berbagai alasan, Ibu tidak membolehkanku untuk mengikuti pertukaran pelajran. Alasannya, sederhana. Bahkan tidak pernah ku pikirkan sebelumnya. Ibu hanya menginginkan aku menjadi orang yang bermanfaat bagi orang disekitarku, cukup hanya itu, bahkan menjadi tidak perlu muluk-muluk untuk menjadi orang yang sukses. Kehidupan yang sederhana di dunia, akan lebih membahagianku Ibu. Daripada, aku menggapai segala mimpiku yang ada di dunia ini.
Tidak ada gunanya, saat aku bisa menggapai segala impianku. Namun, rasa bangga semakin bertambah pada diri ini. Itulah yang dikatuti oleh Ibu. Ibu hanya menginginkan sesuatu yang sederhana dalam hidup ini. Bukan sekedar kesengan duniawi saja.
“Pergilah nak, gapailah semua impianmu. Hanya saja, jangan pernah lupa akan jati dirimu saat kamu bisa menggapai semuanya. Hanya itu yang Ibu takutkan,” ujar Ibu sambil terisak.
“Tidak Bu, aku akan menuruti semua nasihat Ibu. Aku janji, akan jadi orang baik,” balasku. Mungkin, dengan segala perubahan sikapku, Ibu menilai bahwa aku semakin melupakan siapa jati diriku.
“Tidak, nak. Gapailah segala impianmu. Gapailah apa yang kamu cita-citakan. Hanya saja, ingat dengan semua pesan yang telah ibu sampaikan,” ujar Ibu, sambil tersenyum.
****
Hari ini, aku melangkahkan kakiku di lorong Harvard University. Tepat, seperti impianku setahun yang silam. Saat, diriku masih duduk di kelas tiga SMA. Tentang pertukaran pelajar itu, Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Dari situlah, semangatku semakin membara. Namun, aku tidak akan pernah lupa akan nasehat Ibu. Setelah lulus nanti, aku akan mengabdikan diri ini untuk masyarakat. Menjadi manusia yang bermanfaat dan berguna.

Rabu, 01 November 2023

Integrasi Ilmu Tasawuf dan Ilmu Kalam: Harmoni Antara Spiritualitas dan Rasionalitas


Pendahuluan

Tasawuf dan Kalam merupakan dua disiplin ilmu penting dalam tradisi keilmuan Islam. Tasawuf mengeksplorasi dimensi spiritualitas dan hubungan individu dengan Tuhan, sementara Kalam adalah ilmu kalam atau teologi Islam yang memeriksa aspek-aspek rasional dan filsafat kepercayaan. Meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, integrasi antara ilmu Tasawuf dan Kalam menciptakan landasan yang kokoh bagi pemahaman Islam yang holistik dan seimbang. Artikel ini akan membahas pentingnya integrasi kedua ilmu ini dan bagaimana harmoni antara spiritualitas dan rasionalitas dapat ditemukan dalam pemahaman agama Islam.

1. Pentingnya Spiritualitas dalam Tasawuf:

Tasawuf mengajarkan pentingnya pengalaman spiritual dan hubungan langsung dengan Tuhan. Praktek-praktek tasawuf, seperti meditasi, zikir, dan introspeksi, membantu individu mendekatkan diri kepada Tuhan dan mencapai kesadaran spiritual yang lebih dalam.

2. Rasionalitas dalam Kalam:

Kalam, di sisi lain, mencoba memahami prinsip-prinsip kepercayaan dalam Islam dengan menggunakan alat-alat rasionalitas dan filsafat. Melalui logika dan argumen rasional, ilmu Kalam merumuskan konsep-konsep teologis seperti sifat-sifat Tuhan, kehendak bebas manusia, dan takdir.

3. Integrasi Ilmu Tasawuf dan Ilmu Kalam:

Integrasi antara Tasawuf dan Kalam menciptakan pemahaman Islam yang komprehensif. Dalam prakteknya, tasawuf memberikan dimensi penghayatan dan pengalaman spiritual bagi konsep-konsep yang dianalisis oleh ilmu Kalam. Kalam memberikan landasan rasional yang kokoh bagi praktek-praktek tasawuf, membantu menjelaskan dan merumuskan dasar-dasar keyakinan spiritual dengan logika yang kuat.

4. Menciptakan Keselarasan Antara Spiritualitas dan Rasionalitas:

Integrasi antara ilmu Tasawuf dan ilmu Kalam menciptakan keselarasan antara spiritualitas dan rasionalitas dalam pemahaman agama Islam. Ini membantu umat Islam untuk merasakan kehadiran Tuhan dalam hati mereka melalui pengalaman spiritual, sambil tetap memiliki pemahaman yang rasional dan logis tentang keyakinan-keyakinan agama.

5. Manfaat Integrasi Bagi Individu dan Masyarakat:

Penggabungan ilmu Tasawuf dan ilmu Kalam memberikan manfaat besar bagi individu dan masyarakat Muslim. Individu dapat mencapai kedamaian batin dan pemahaman yang mendalam tentang agama mereka, sambil tetap mempertahankan akal sehat dan pemikiran yang kritis. Masyarakat dapat berkembang dengan landasan moral dan etika yang kuat, menciptakan harmoni dan kerukunan antarindividu dan kelompok.

Kesimpulan

Integrasi ilmu Tasawuf dan ilmu Kalam membawa keberimbangan yang penting antara dimensi spiritualitas dan rasionalitas dalam Islam. Ini memberikan pemahaman yang lebih dalam dan kaya tentang agama, menciptakan keselarasan yang harmonis antara hati yang bersuci dan akal yang bijaksana. Dalam menggabungkan pengalaman spiritual dengan pemikiran rasional, individu Muslim dapat memperkaya iman mereka dan membimbing masyarakat menuju pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang agama Islam.